Pasang iklan di sini
Medan | cybernasionalnews - Ketua DPC Komite Nasional Wartawan Indonesia (Komnas WI) Kabupaten Deliserdang dan juga Ketua DPW Persatuan Wartawan Nasrani (Pewarna) Indonesia Sumatera Utara, Tumpal Manik, SPd, SH, MH menanggapi praperadilan (prapid) yang diajukan tiga wartawan akibat tudingan memeras kepala SD di Deliserdang.
"Kiranya kebenaran terungkap. Sebagai warga negara memiliki hak untuk mengajukan prapid.
Apalagi jika ada indikasi penetapan tersangka atau proses hukum lainnya direkayasa, memerlukan analisis hukum yang cermat," ujarnya Minggu (10/8/2025) di Medan.
Sebut wartawan salah satu harian besar di Sumut ini, praperadilan menjadi upaya hukum untuk menguji sah atau tidaknya tindakan penegak hukum, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penetapan tersangka.
Jika ada dugaan kuat bahwa penetapan tersangka atau tindakan penyidik lainnya didasarkan pada rekayasa atau bukti yang tidak valid, maka praperadilan bisa menjadi wadah untuk menguji keabsahannya," ucapnya lagi.
Dalam kasus dugaan pemerasan yang ditudingkan kepada wartawan, ada poin-poin yang perlu diperhatikan dalam menanggapi praperadilan yaitu,
1. Bukti dan Fakta
Analisis bukti-bukti yang ada menjadi krusial. Jika ada bukti yang menunjukkan adanya rekayasa atau ketidaksesuaian dengan fakta, hal ini bisa menjadi dasar kuat untuk wartawan mengajukan praperadilan.
2. Unsur Pemerasan
Tinjau kembali unsur-unsur tindak pidana pemerasan. Apakah unsur-unsur tersebut terpenuhi dalam kasus ini? Jika tidak, ini bisa menjadi alasan untuk mempertanyakan keabsahan penetapan tersangka.
3. Prosedur Hukum:
Periksa apakah prosedur hukum yang dilakukan oleh penyidik sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyimpangan prosedur bisa menjadi dasar untuk mengajukan praperadilan.
4. Peran Hakim:
Hakim akan memeriksa dan memutuskan apakah tindakan penyidik sah atau tidak. Hakim akan mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon praperadilan.
5. Objek Praperadilan:
Praperadilan dapat menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
"Dari informasi yang berkembang, disebut ada dugaan upaya penjebakan ketiga wartawan tersebut. Jika ada bukti mereka dijebak dalam kasus pemerasan dengan bukti yang direkayasa, misalnya adanya upaya penghilangan kwitansi atau saksi yang memberikan keterangan palsu, maka praperadilan bisa menjadi upaya untuk membuktikan ketidakabsahan penetapan tersangka tersebut," jelasnya sembari menyebut termasuk proses ñpenangkapan atau penahanan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Lanjutnya, pada kasus ketiga wartawan, diduga ada kesepakatan antara wartawan dan kepala SD tersebut terkait pemberitaan kutipan untuk perisahan dan pentas seni, namun diakhir justru wartawan dijeblos ke sel.
"Jika memang kesepakatan terjadi yang ditandai adanya kwitansi bahkan jjika benar akhirnya kegiatan yang disebutkan batal dilaksanakan," herannya.
Tumpal mengingatkan agar para wartawan tetap memegang teguh kode etik jurnalistik dan UU Pers No
40 tahun 1999.
"Hati-hati memberitakan sesuatu, jangan ada pemaksaan apa lagi iming-iming. Bijaklah," tandasnya.
Diketahui, dituding melakukan pemerasan sebasar Rp 1 juta, tiga wartawan, D, R dan A melalui kuasa hukumnya, Dr. Ismayani, SH ajukan prapid ke Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam nomor 12/Pid.Pra/2025/PN LBP tertanggal 4 Agustus 2025.
Dan untuk sidang perdana akan berlangsung pada, Rabu (13/8/2025) di PN Lubukpakam Ruang 1 sekira pukul 10.00 WIB.
(CNN)